ABSTRAK
Kerja praktek dilaksanakan di Bagian Pengolahan Data Elektronik (PDE) Daerah Kota
Pekanbaru. Tujuan Analisis Budaya Teknologi Informasi pada Bagian Pengolahan Data Elektronik (PDE) adalah perlunya melakukan penganalisaan
terhadap kebudayaan teknologi informasi yang baik terhadap proses pengolahan
data elektronik tersebut. Metode yang digunakan adalah analisis deskriptif
dengan pendekatan survei dengan menyebarkan kuesioner kepada sepuluh responden
yang merupakan pegawai dari Bagian Pengolahan Data Elektronik (PDE). Kuesioner
ini digunakan untuk mengetahui kecenderungan kemana model kebudayaan teknologi
informasi tersebut terkelompokan. Data dalam kerja praktek ini dikumpulkan
dengan melakukan observasi, wawancara, kuesioner, dan studi pustaka. Adapun
metode yang digunakan untuk analisis meningkatkan kebudayaan teknologi
informasi ialah metode organization
culture assesment instrument (OCAI). Hasil dari kerja praktek ini
mengetahui kebudayaan teknologi informasi yang ada di dalam Bagaian Pengolahan
Data Elektronik (PDE) saat ini ialah budaya hierarchy
dengan rata-rata 367,3 dan yang diharapkan ialah budaya hierarchy juga dengan rata-rata 418,4 serta berupa rekomendasi
untuk meningkatkan mutu dari para pemimpin, manajemen dan membuat semua
prosedur, peraturan lebih terstruktur lagi.
Kata Kunci: Budaya Organisasi, Hofstede, organization
culture assesment instrument
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap organisasi saat ini memiliki
kecenderungan untuk meningkatkan kemampuannya dalam hal memberikan pelayanan
yang optimal kepada seluruh konsumennya tidak terkecuali organisasi tersebut
merupakan suatu instansi. Keinginan tersebut tentunya harus didukung oleh
berbagai hal, salah satunya adalah dukungan pengembangan teknologi sistem
informasi dan organisasi untuk lebih bisa
bersaing dengan pesaingnya. Agar
dapat bersaing dengan pesaing bisnisnya, maka suatu organiasi harus menetapkan
suatu strategi untuk mencapai sasaran bisnisnya. Strategi merupakan alat
mencapai tujuan. Strategi merupakan tindakan yang bersifat incremental (senantiasa meningkat) dan terus menerus dan dilakukan
berdasarkan sudut pandang tentang apa yang diharapkan oleh para pelanggan dimasa
depan. Dengan demikian perencanaan strategis hampir selalu dimulai dari “apa
yang dapat terjadi“ bukan dimulai dari “apa yang terjadi“. Terjadinya kecepatan
inovasi pasar baru dan perubahan pola konsumen memerlukan kompetensi inti (core competencies). Organisasi perlu
mencari kompetensi inti di dalam bisnis yang dilakukan.
Untuk menetapkan strategi suatu organisasi
dapat dipandang dari budaya organisasi tersebut. Budaya organisasi pada umumnya
tercermin dalam kerangka kerja dari anggota organisasi tersebut. Kerangka kerja
tersebut mengandung asumsi dan nilai dasar tertentu. Asumsi dan nilai dasar
tersebut diajarkan ke anggota baru sebagai cara pandang, berpikir, merasakan
sesuatu ,bertingkah laku dan harapan kepada anggota organisasi lainnya dalam bertingkah
laku.
Budaya mempunyai pengertian yang
cukup luas dan dapat dilihat dari berbagai aspek. Salah satu aspek budaya yang
dimaksud dalam penelitian ini adalah budaya menurut perspektif dari
penelitian-penelitian Hofstede sebelumnya, yang meliputi: 1) budaya kelompok
masyarakat yang lebih mementingkan dirinya sendiri, atau kelompok masyarakat
yang mementingkan kebutuhan kelompok. Hal ini disebut budaya individualism
vs collectivism, 2) budaya suatu kelompok masyarakat dalam hal toleransinya
terhadap kekuasaan yang ada di sekelilingnya cenderung tinggi atau rendah.
Budaya ini disebut power distance, 3) budaya kelompok masyarakat yang
cenderung mempunyai keberanian mengambil resiko atau cenderung menghindari
resiko disebut budaya uncertainty avoidance, 4) budaya kelompok
masyarakat yang cenderung bertindak secara tegas tanpa memperhatikan
hubungannya dengan orang lain, atau cenderung bertindak dengan mempertimbangkan
hubungan baiknya dengan orang lain dalam hal mengambil keputusan, aspek budaya
tersebut disebut masculine vs feminime.
Untuk dapat mencirikan dan
berbicara tentang budaya organisasi seseorang hendaknya mampu untuk melangkah
mundur secara objektif dan melakukan observasi dan wawancara secara kritis.
Berbagai penelitian telah mengembangkan model untuk mencirikan budaya, baik
secara kualitatif dan kuantitati
Walikota Pekanbaru
merupakan suatu instansi pemerintahan yang sangat berpengaruh bagi pemerintahan
kota pekanbaru, yang mana di kantor walikota terutama di bagian sektetariat
tersebut selalu melakukan perumusan – perumusan APBD yang mana pekerjaan
tersebut menggunakan komputer dan saling terkoneksi dengan yang lainnya.
Bagian Pengelolaan
Data Elektronik (PDE) merupakan suatu bagian di Walikota Pekanbaru yang
bertugas melaksanakan penyusunan pedoman dan petunjuk teknis pembinaan
manajemen dan sistem pengelolaan data, telematik dan penyelenggaraan
pengelolaan data elektronik. Sehingga dalam melakukan tugas di bagian tersebut
sangat memerlukan adanya teknologi informasi untuk mempermudah dalam penyusunan
pedoman dan teknis pembinaan dibidang tersebut.
Penelitian yang dilakukan
disini bertujuan untuk menentukan kecenderungan tipe budaya organisasi tersebut
dapat menggunakan model budaya OCAI (Organizational Culture Assement Instrument)
dan Hofstede, dimana kedua model ini mendefinisikan kecenderungan budaya
organisasi berkaitan dengan pihak internal organisasi. Dari kecenderungan
tersebut nantinya dapat diidentifikasi strategi maupun kebutuhan sistem seperti
apa yang tepat untuk mendukung pencapaian tujuan bisnis organisasi.
Maka penulis akan membahas bagaimana
menetukan strategi penerapan teknologi informasi yang berkaitan dengan budaya
organisasi, sehingga penulis tertarik untuk mengangkat judul tentang “Analisis
Budaya Teknologi Informasi Menggunakan Metode OCAI Pada Bagian Pengelolaan Data
Elektronik”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar